Baitul Maal Wat Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai dengan namanya
terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
Baitul Maal(Bait =
Rumah, Maal = Harta) dimaksudkan sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagaimana
kemudian muncul UU No. 38/1999 yaitu menerima titipan dana Zakat, Infaq dan
Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.
Baitut Tamwil(Bait =
Rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan Hukum Koperasi dengan melandaskan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) adalah Koperasi yang kegiatan
usahanya bergerak di bidang Pembiayaan, Investasi dan simpanan sesuai pola bagi
hasil (syariah).
Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) adalah unit Koperasi yang bergerak di
bidang Pembiayaan, Investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah)
sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan.
Berikut adalah tayangan salahsatu Koperasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah:
1.2 Visi
Visi: Mewujudkan kualitas anggota yang selamat, mandiri,
damai dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan anggotanya yang maju
berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan dan berkehati-hatian.
1.3 Misi
Misi: Mengembangkan usaha anggota yang maju
berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan dan berkehati-hatian sehingga
terwujud kualitas anggota yang selamat, mandiri, damai dan sejahhtera.
1.4 Tujuan
a.Meningkatkan program pemberdayaan
ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro, kecil menengah dan koperasi melalui
sistem syari’ah.
b.Mendorong kehidupan ekonomi syari’ah
dalam kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah khususnys dan ekonomi indonesia
pada umumnya.
c.Meningkatkan semangat kemandirian dan
peran anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi Jasa Kauangan Syari’ah.
1.5 Apa
Usaha?
Untuk mencapai misi dan pelaksanaan misi serta tujuan melakukan
usaha-usaha:
oMengembangkan kegiatan simpan pinjam
dengan prinsip bagi hasil/syariah;
oMengembangkan usaha anggota secara
muamalah;
oMengembangkan jaringan kerja dan
jaringan bisnis dan usaha anggota sebagai mitranya sehingga menjadi barisan
bisnis secara muamalah yang tangguh serta mampu mendongkrak kekuatan ekonomi
bangsa Indonesia.
1.6 Prinsip
Dasar
Penting
bagi pengelola dalam melakukan pengelolaan usaha senantiasa memperhatikan
prinsip-prinsip dasar koperasi, yakni :
oKeanggotaan bersifat terbuka dan
sukarela
Keanggotaan tidak didasarkan oleh
fanatisme atau diskriminasi tertentu yang membuat tidak siap beradaptasi
menghadapi perubahan atau rendahnya peranserta karena tidak didasari kesadaran
untuk bergabung.
oRapat anggota merupakan kekuasaan
tertinggi
Lembaga koperasi memang disengaja
untuk menghindari tirani mayoritas atau posisi kepengelolaan. Rancang bangun
disusun sesuai prinsip musyawarah dan mufakat yang merupakan nilai-nilai
masyarakat Indonesia .
oPembagian SHU diatur atas dasar jasa
anggota kepada
Setiap insan yang terlibat memberikan
kontribusinya mendapat pembagian jasa sesuai kontribusi. Keaktivan anggota dan
masyarakat menjadi unsur pendorong bagi berkembang usahanya koperasi.
oOperasional harus berbasis syariah
Koperasi ini harus memegang prinsip
ekonomi Islam yang mengharamkan unsur-unsur aktivitas atau transaksi yang
mengandung maysir (judi), gharar (tidak jelas), risywah (suap) dan riba (bunga)
atau yang biasa disingkat MAGHRIB. Untuk mengawal gerakan KJKS/UJKS agar
berjalan sesuai syariah, maka pengurus dan pengelola didampingi dewan pengawas
syariah.
oBertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota
dan masyarakat
Visi dan misinya harus berorientasi
melakukan pemberdayaan ekonomi. Jadi tidak semata-mata mengejar keuntungan
(profit oriented).
oPengelolaan usaha bersifat terbuka
Mengedepankan praktik pengelolaan
usaha yang mengacu pada good corporate governance yang salah satunya menekankan
transparancy (transparansi).
oSwadaya, swakerta, dan swasembada
Koperasi harus dapat menjadi wadah
yang menampung peranserta, minat, dan kepentingan demi kemandirian dan martabat
anggota dan masyarakat.
1.7 Apa Jenis-jenis produk?
a.Produk
Simpanan
Simpanan
Wadiah: Simpanan khusus untuk setoran shodaqoh, hibah, zakat
maal, wakaf untuk Baitul Maal untuk disalurkan kepada mustahiq.
Wadi’ah yad al-amanah:
Merupakan titipan murni, yakni pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan
dana yang dititipkan tersebut. Sebagai imbalannya pihak yang menerima titipan
berhak meminta biaya penitipan
Wadi’ah yad al-dhamanah:
Titipan yang penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapat
keuntungan dari barang titipan tersebut. Dari keuntungan yang diperoleh dari
pemanfaatan barang titipan ini dapat diberikan sebagian kepada pihak yang
menitipkan dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya
Simpanan Mudharobah:
Suatu akad penyerahan modal dari pemilik modal (shahibul maal) yakni pemilik
modal tidak terlibat dalam
manajemen usaha dengan keuntungan
dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati bersama antara KJKS/UJKS/BMT dengan
pemilik modal (anggota yang menabung)
Simpanan Berjangka wadiah yadhomanah/
mudharobah: Simpanan Sukarela Berjangka berdasarkan akad
wadiah yadhomanah/ mudharobah dan hanya bisa diambil pada saat jatuh tempo
serta mendapat bagi hasil/ bonus dan apabila diluar jatuh tempo akan dikenakan
denda pada saat penarikan
b.Pembiayaan
Berikut ini jenis-jenis akad
pembiayaan dan aplikasinya:
AKAD PEMBIAYAAN
APLIKASI
MUDHARABAH
Akad
kerjasama usaha/ perniagaan antara pihak pemilik dana (shahibul maal) sebagai
pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100% dengan pihak pengelola modal
(mudharib).
Pihak pengelola
sebagai pemilik proyek dapat mengajukan permohonan pembiayaan kepada Lembaga
Keuangan Syariah.
Contoh:
pembiayaan untuk pembiayaan yang bersifat modal kerja dan atau investasi
IJARAH
Adalah
pemilikan hak atas manfaat dari penggunaan sebuah asset sebagai ganti dari
pembayaran. Pengertian jarah adalah sewa atas manfaat dari sebuah asset,
sedangkan sewa-beli (Ijarah wa Iqtina) atau disebut juga Ijarah Muntahiya bi
tamlik adalah sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan
Pada transaksi
Ijarah yang menjadi obyek adalah penggunaan manfaat atas sebuah asset, dan
salah satu rukun ijarah adalah harga sewa. Maka, ijarah bukan kelompok dari
jual beli.
Pada
KJKS/UJKS/BMT banyakditerapkan produk Ijarah Muntahiya Bit Tamlik/ Wa Iqtina
dan meng-kelompokan produk ini kedalam akad jual-beli, karena memberikan
option kepada penyewa untuk membeli asset yang disewa pada akhir masa sewa
Contoh:
Pembiayaan motor untuk IMBT Pembiayaan anak sekolah (non-IMBT)
ISTISNA
Akad
bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan,
atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat terlebih dahulu oleh
pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan kebutuhan bahan baku
barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad ini menjadi akad
Ujrah (Upah)
Dapat
diimplementasikan untuk transaksi jual-beli yang prosesnya dilakukan dengan
cara pemesanan barang terlebih dahulu (pembeli menugasi penjual untuk membuat
barang sesuai spesifikasi tertentu, seperti pada proyek konstruksi) dan
pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka
waktu tertentu
MUSYARAKAH
Akad
kerjasama perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya
dalam suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta
dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut
proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama.
Dari variasi
produk musyarakah (syirkah), syirkah Al-Inan yang paling tepat untuk
diimplementasikan kedalam produk pembiayaan Lembaga Kuangan Syariah. Biasanya
untuk pembiayan proyek dimana mitra dan KJKS/UJKS/BMT sama-sama menyediakan
modal untuk membiayai proyek tersebut. Setelah selesai mitra mengembalikan
dana tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati bersama
AL-QARDH
Akad
meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
literatur Fiqh, Qard dikatagorikan sebagai aqd tathawwu yaitu akad saling
membantu dan bukan transaksi komersial
Bersifat sosial.
Sumber dana dari ekstern dan bukan berasal dari dana LKS sendiri. Dana
Al-Qardhul Hassan diperoleh dari Zakat, Infaq dan Sadaqah. Pinjaman ini tidak
dibukukan dalam Neraca KJKS/UJKS/BMT, tetapi dilaporkan dalam Laporan Sumber
dan Penggunaan Dana Al Qardhul Hassan
Tiga dekade yang lalu, Bank Syariah sebagai representasi keuangan Islam, belum dikenal oleh masyarakat. Kini sistem keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang pasarnya tengah bangkit dan berkembang (Lewis dan Algaoud, 2007).
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7.
Makna harfiah syariah adalah “jalan menuju mata air", dan dalam pengertian teknis berarti sistem hukum dan aturan perilaku yang sesuai dengan Alquran dan Hadist, seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum muslim tidak dapat memilah perilaku mereka ke dalam dimensi religius dan dimensi sekuler. Selain itu, tindakan mereka harus selalu mengikuti syariah sebagai hukum Islam.
Adapun prinsip-prinsip keuangan syariah meliputi:
Riba Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah. Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan. Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Zakat Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya. Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
Haram Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen. Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
Gharar dan Maysir Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi. Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang. Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
Takaful Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan Lewis, 2007). Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis, 2007)
Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Disadur dari Tapak-Tapak Ekonomi Syariah oleh Oktofa Yudha Sudrajad